Hayoo ...!!!
Kenali dan jangan malu...!!!
ISLAM udah ngatur semua hal,termasuk hal yang satu ini.
Yuuk,kita simak.
Tata Cara Bersuci Setelah Mimpi Basah
Alhamdulillah segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Mimpi basah merupakan fenomena umum yang dialami para remaja dan pemuda, walau tidak menutup kemungkinan, juga orang tua. Khusunya bagi laki-laki, mimpi basah menjadi pertanda dia sudah baligh sehingga mulai terkena beban-beban syariat. Wanita juga mengalaminya, namun bukan sebagai pertanda sudah akil baligh. Akil balighnya ditandai dengan keluarnya darah haid.
Dalil yang menunjukkan bahwa wanita juga mengalami mimpi basah adalah hadits Ummu Salamah radliyallaahu 'anha, ia mengatakan, “Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, datang kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam lalu berkata, “Wahai Rasullullah, sesungguhnya Allah tidak malu menjelaskan kebenaran. Apakah kaum wanita juga harus mandi jika mimpi basah?” Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam mengatakan, “Ya, jika ia melihat air.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Dari Anas radliyallaahu 'anhu pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah berkata tentang seorang wanita yang bermimpi basah sebagaimana laki-laki, “Dia harus mandi.” (Muttafaq ‘alaih) Imam Muslim menambahkan, “Ummu Salamah berkata, “Apakah dia juga mengalaminya?” Beliau menjawab, “Ya, dari mana adanya kemiripan?"
Bagaimana cara bersucinya?
Bagi laki-laki atau perempuan yang bermimpi dengan lawan jenisnya dan disertai keluarnya air mani, maka ia wajib mandi. Bagaimana tata cara mandi yang dituntunkan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam?
Menurut penjelasana Syaikh Utsaimin rahimahullaah dalam salah satu fatwanya, bahwa mandi janabat memiliki dua bentuk; bentuk yang mencukupi dan lengkap/sempurna.
Penjelasana Syaikh Utsaimin rahimahullaah dalam salah satu fatwanya, bahwa mandi janabat memiliki dua bentuk; bentuk yang mencukupi dan lengkap/sempurna.
Bentuk pertama hanya dengan berkumur-kumur, beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya) dan membasahi seluruh tubuhnya walau hanya sekali, walaupun dengan menceburkan diri (menyelam) di air yang dalam.
Adapun bentuk yang sempurna adalah dengan mencuci kemaluan dan tubuh yang terkena air dari mimpi, lalu berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat, lalu menuangkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali sehingga membasahi pangkal rambutnya, lalu membasuh bagian kanan dari tubuhnya dan dilanjutkan bagian kiri.
Bentuk mandi yang sempurna ini didasarkan pada beberapa hadits sebagai berikut:
1. Dari Aisyah –istri Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam- menuturkan, “Bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam apabila mandi junub , beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya (telapak tangan). Kemudian berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat. Kemudian beliau masukkan jari-jarinya ke dalam air dan menyela-nyela pangkal rambutnya dengan air tersebut. Setelah itu beliau menyiramkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga cidukan dengan kedua telapak tangannya lalu meratakan air ke seluruh kulit beliau.” (HR. Bukhari)
2. Hadits Maimunah radliyallaahu 'anha, ia berkata, “Aku pernah menyiapkan air untuk mandi janabat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Lalu beliau mencuci dua telapak tangannya dua atau tiga kali. Kemudian memasukkan tangan kanannya ke dalam wadah air (untuk menciduk air guna dituangkan pada tangan kirinya), lalu mencuci kemaluan beliau dengan tangan kiri. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah (sebagian riwayat di dinding). Kemudian beliau berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat. Lalu beliau menyiramkan air ke atas kepalanya dengan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau meratakannya ke seluruh tubuh. Kemudian beliau bergeser dari tempat semula dan membasuh kedua kakinya. Kemudian aku membawakan handuk untuk beliau, namun beliau menolaknya.” (HR. Muslim)
Dari kedua hadits di atas dapat dirinci urutannya sebagai berikut:
1. Mencuci kedua tangan tiga kali, yaitu sebelum memasukkan tangan ke dalam bejana atau sebelum mandi.
2. Mencuci kemaluan dan tempat yang terkena mani dengan kanan kiri.
3. Mencuci tangan lagi –setelah mencuci kemaluan- dan membersihkannya dengan sabun atau selainnya, seperti tanah.
4. Berwudlu dengan sempurna sebagaimana wudlu untuk shalat (hanya saja tentang mencuci kakinya terdapat dua pendapat, dilaksanakan bersama wudlu dan setelah mandi selesai dengan berpindah tempat dari posisi awal, dan masalah ini luas)
5. Menuangkan air tiga kali ke atas kepala sehingga air membasahi pangkal rambut (kulit kepala).
6. Memulai menyiram seluruh tubuh dengan mendahulukan bagian kanan kemudian bagian kiri.
Sifat mandi junub bagi wanita
Tatacara mandi junub bagi wanita tidak berbeda dengan laki-laki. Hanya saja, jika wanita memiliki rambut yang dikepang ia tidak harus mengurai rambutnya. Namun ia cukup meratakan air ke pangkal rambutnya. Hal ini berdasarkan hadits Maimunah radliyallaahu 'anha, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang mengepang rambutku, apakah aku harus melepaskannya untuk mendi junub?” beliau shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab,
لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
“Tidak, cukup bagimu menyiramkan air pada kepalamu sebanyak tiga kali cidukan, kemudian engkau guyurkan air ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian engkau telah suci.” (HR. Muslim)
Adapun ketika mandi sehabis haid, lebih dianjurkan bagi wanita untuk melepas ikatan rambutnya. Karena Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pernah memerintahkan kepada Aisyah ketika mendapat haid saat menunaikan ibadah haji,
دَعِي عُمْرَتَكِ وَانْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي
“Tinggalkanlah (rangkaian tertentu ibadah) umrahmu, lepaskan ikatan rambutmu (saat mandi) dan sisirlah rambutmu.” (HR. Bukhari)
Syaikh Ibin Bazz rahimahullaah menjelaskan dalam Ta’liqnya atas Muntaqa Al-Akhbar karya Ibnu Taimiyah, “Lebih dianjurkan bagi wanita haid untuk melepaskan ikatan rambutnya saat mandi sehabis haid, namun tidak dianjurkan baginya untuk melepaskannya saat mandi junub.”
Dan untuk pakaian yang dikenakan sewaktu bermimpi,cukup dicuci seperti biasa.
hmmm,untuk lebih rinci,mari kita lakukan tanya jawab.
SOAL 167:
Apakah diperbolehkan bagi orang junub melakukan shalat dengan tayammum sementara najis masih melekat pada tubuh dan bajunya jika waktunya sempit, ataukah ia harus bersuci dan mandi lalu mengqadha shalatnya?
JAWAB:
Jika waktunya tidak cukup untuk mensucikan badan dan pakaian atau menggantinya dengan yang suci, dan tidak dapat shalat dalam keadaan telanjang karena dingin dan sebagainya, maka hendaknya shalat dengan tayammum sebagai ganti dari mandi janabah dan dengan pakaian najis. Hal itu cukup baginya dan tidak wajib mengqadha shalatnya.
SOAL 168:
Apakah masuknya air mani ke dalam rahim tanpa melakukan penetrasi menyebabkan janabah?
JAWAB:
Hal itu tidak menyebabkan janabah.
SOAL 169:
Apakah wajib mandi atas wanita yang telah menjalani pemeriksaan dalam (vagina) dengan peralatan medis?
JAWAB:
Tidak diwajibkan mandi selama tidak mengeluarkan mani.
SOAL 170:
Jika terjadi penetrasi hanya se-ukuran ujung penis, namun tidak mengeluarkan mani dan wanita tidak mencapai puncak orgasme (puncak kenikmatan), apakah hanya wanita yang diwajibkan mandi, ataukah hanya pria, atau diwajibkan atas keduanya?
JAWAB:
Dalam contoh kasus tersebut, keduanya diwajibkan mandi.
SOAL 171:
Berkenaan dengan ihtilam (mimpi basah) wanita, kapan dan mimpi bagaimanakah yang menyebabkan mereka diwajibkan mandi janabah, apakah cairan yang keluar dari wanita ketika bercumbu dengan pria dianggap dan dihukumi seperti mani ? Dan dengan demikian apakah diwajibkan mandi atas wanita tersebut meskipun tidak merasakan kecapekan pada tubuh dan tidak mencapai orgasme? Secara umum, bagaimana terjadinya janabah pada wanita tanpa persetubuhan?
JAWAB:
Jika seorang wanita merasakan puncak kelezatan dan pada saat yang sama keluar darinya cairan, maka ia telah dihukumi sebagai seorang yang junub dan mandi telah wajib baginya, Namun jika ia ragu apakah telah sampai pada tingkat tersebut atau belum dan ragu apakah keluar sesuatu atau tidak, maka tidak ada kewajiban mandi padanya.
SOAL 172:
Apakah hukum membaca buku roman (percintaan) atau menonton film yang menyebabkan terangsangnya birahi?
JAWAB:
Tidak diperbolehkan.
SOAL 173:
Jika seorang wanita segera melakukan mandi setelah digauli sedangkan mani suaminya tetap berada di rahimnya, apakah mandinya sah, meskipun mani suaminya keluar seusai mandi? Apakah mani yang keluar itu suci ataukah najis? Dan apakah wajib mandi lagi?
JAWAB:
Mandinya benar (sah). Cairan yang keluar darinya jika berupa mani maka hukumnya najis, Namun jika yang keluar darinya setelah mandi adalah mani lelaki , maka tidak menyebabkan janabah lagi.
SOAL 174:
Sejak beberapa waktu lalu saya mengalami keragu-raguan tentang mandi janabah sampai sampai tidak menyetubuhi isteri. Meski demikian saya mengalami kondisi di luar kehendak dimana saya menduga bahwa saya wajib mandi janabah, bahkan saya mandi dua atau tiga kali sehari. Kebimbangan ini sangat mengganggu saya. Apa taklif (tugas keagamaan) saya?
JAWAB:
Hukum janabah tidak berlaku bila ada keraguan tentangnya, kecuali apabila Anda mengeluarkan cairan disertai tanda-tanda syariy bagi keluarnya mani, atau anda yakin telah mengeluarkan mani.
SOAL 175:
Apakah sah mandi janabah wanita yang sedang dalam keadaan haidh, sehingga tugasnya selaku wanita yang junub gugur?
JAWAB:
Keabsahan mandi dalam contoh kasus tersebut dipertanyakan (bermasalah, mahallul isykal).
SOAL 176:
Apakah setelah suci diwajibkan mandi janabah atas wanita yang mengalami janabah ketika sedang haid diwajibkan mandi janabah setelah bersuci dari haidh, atau tidak diwajibkan karena saat itu ia tidak dalam keadaan suci?
JAWAB:
Ia diwajibkan mandi janabah di samping mandi haidh. Ia diperbolehkan mandi janabah saja, meskipun, berdasarkan ahwath, hendaknya meniatkan kedua macam mandi.
SOAL 177:
Dalam kondisi apakah cairan yang keluar dari seseorang dihukumi sebagai air mani?
JAWAB:
Apabila disertai dengan syahwat (kenikmatan seksual) dan melemahnya tubuh serta dengan tekanan dihukumi sebagai air mani.
SOAL 178:
Dalam beberapa kasus setelah mandi ditemukan sisa-sisa sabun di dalam kuku tangan atau kaki dan tidak kelihatan ketika sedang mandi. Namun setelah keluar dari kamar mandi tampak putih sisa sabun. Padahal sebagian orang mandi dan berwudhu tanpa mengetahui atau memperhatikan hal itu, maka apakah hukumnya sementara tidak dapat dipastikan bahwa air menjangkau bagian yang tertutup di bawah putih sisa sabun?
JAWAB:
Hanya lapisan kapur atau sisa sabun yang tampak setelah anggota tubuh mengering, tidak merusak keabsahan wudhu atau mandi, kecuali apabila menghalangi pembasuhan kulit.
SOAL 179:
Salah seorang teman mengatakan bahwa sebelum mandi diwajibkan mensucikan tubuh dari najis, dan bahwa mensucikannya ketika sedang mandi seperti pensucian dari mani membatalkan mandi. Jika perkataannya benar, apakah shalat-shalat yang telah dikerjakan batal dan wajib diqadha, karena saya sebelumnya tidak mengetehui masalah ini?
JAWAB:
Basuhan untuk mensucikan badan (dari najis, pent.) wajib terpisah dari mandi janabah, namun tidak wajib mensucikan seluruh badan sebelum memulai mandi melainkan cukup apabila setiap anggota badan yang akan dimandikan disucikan terlebih dahulu. Karenanya, apabila ia mensucikan anggota tubuh sebelum memandikannya, maka sahlah mandi dan shalat yang telah ia laksanakan. Jika tidak mensucikan anggota tubuh sebelum memandikannya, dan dengan satu basuhan ia ingin mensucikannya dari najis serta melakukan mandi wajib, maka batallah mandi dan shalatnya dan wajib mengqadhanya.
SOAL 180:
Apakah cairan yang keluar dari seseorang ketika sedang tidur dihukumi sebagai mani, padahal tidak mengandung salah satu dari tiga tanda (keluar dengan tekanan, syahwat dan lemahnya tubuh) dan tidak menyadarinya, kecuali setelah terjaga dari tidur saat melihat pakaian dalamnya basah?
JAWAB:
Jika tiga tanda tersebut atau salah satu darinya tidak ada atau ragu atas hal itu, cairan tersebut tidak dihukumi mani, kecuali jika diyakini sebagai mani dengan cara lain.
SOAL 181:
Saya seorang pemuda yang hidup bersama keluarga miskin. Saya sering mengeluarkan mani, hal itu membuat saya malu meminta uang pada ayah untuk membayar ongkos menggunakan kamar mandi (umum), karena di rumah kami tidak ada kamar mandi. Kami mohon Anda bekenan membimbing saya?
JAWAB:
Tidak ada alasan untuk malu dalam melaksanakan taklif syariy, dan ia bukanlah halangan (uzur) syariy untuk tidak melakukan kewajiban. Bagaimanapun juga, jika sarana untuk melakukan mandi janabah tidak tersedia, maka tugas Anda adalah tayammum sebagai ganti dari mandi untuk melakukan shalat dan puasa.
SOAL 182:
Saya menghadapi suatu masalah, yaitu, bahwa membasuh walaupun dengan setetes air bahkan mengusap membahayakan saya. Dan setiap kali mandi walaupun hanya sebagian badan saya menambah detak jantung saya di samping akibat-akibat lainnya. Apakah boleh dalam kondisi demikian saya menggauli isteri dan menggantikan mandi selama beberapa bulan dengan tayammum, juga shalat, dan memasuki masjid?
JAWAB:
Anda tidak diwajibkan menghindari persetubuhan. Jika Anda berhalangan mandi janabah setelah junub, maka bertayammum sebagai ganti mandi untuk melakukan hal-hal yang disyaratkan thaharah adalah tugas syariy Anda. Memasuki masjid, melakukan shalat, menyentuh tulisan Al-Quran, dan perbuatan-perbuatan yang disyaratkan dalam keadaan suci dari hadats dan janabah , tidaklah masalah.
SOAL 183:
Apakah wajib menghadap kiblat ketika mandi wajib atau mustahab, ataukah tidak?
JAWAB:
Tidak diwajibkan menghadap kiblat ketika sedang mandi.
SOAL 184:
Apakah sah mandi dengan bekas air mandi hadats besar dengan catatan bahwa mandi tersebut dilakukan dengan air sedikit dan tubuh telah suci sebelumnya?
JAWAB:
Tidak ada masalah mandi seperti kasus di atas.
SOAL 185:
Jika seseorang yang sedang mandi mengeluarkan hadats kecil, apakah ia wajib mengulangi mandinya dari pertama lagi ataukah melanjutkan dan berwudhu.
JAWAB:
Tidak wajib memulai dari pertama dan tidak ada pengaruhnya, melainkan ia menyempurnakan mandinya, namun hal itu tidak mencukupi dari wudhu untuk melaksanakan shalat dan perbuatan-perbuatan lain yang disyaratkan dengan kesucian dari hadats kecil.
SOAL 186:
Apakah cairan kental menyerupai mani yang keluar setelah kencing dan tanpa syahwat (kenikmatan seksual) serta tanpa kehendak dihukumi sebagai air mani?
JAWAB:
Ia tidak dihukumi sebagai mani kecuali bila ia yakin akan hal itu atau disertai tanda-tanda syariy keluarnya mani.
SOAL 187:
Jika bermacam mandi mustahab, atau wajib, atau berbeda-beda (mustahab dan wajib) terkumpul, apakah salah satunya mencukupi yang lain?
JAWAB:
Jika ia meniatkan semuanya maka satu kali mandi telah mencukupi semuanya. Begitu juga jika salah satunya terdapat mandi janabah dan ia meniatkannya, maka mencukupkannya dari mandi-mandi lainnya. Namun berdasarkan ihtiyath dianjurkan untuk tetap meniatkan semuanya.
SOAL 188:
Apakah selain mandi janabah mencukupi dari wudhu?
JAWAB:
Tidak mencukupinya.
SOAL 189:
Menurut pandangan Anda, apakah disyaratkan mengalirnya air pada tubuh dalam mandi janabah?
JAWAB:
Tolok ukurnya ialah terjadinya pembasuhan dengan tujuan mandi. Sedangkan mengalirnya air bukanlah syarat.
SOAL 190:
jika seorang mengetahui bahwa jika membuat dirinya junub dengan menggauli isterinya tidak akan mendapatkan air untuk mandi setelahnya, atau waktu tidak akan cukup untuk mandi dan shalat, apakah ia diperbolehkan menggauli isterinya?
JAWAB:
Jika ia mampu melakukan tayammum ketika tidak dapat melakukan mandi, maka tidak ada larangan menjunubkan dirinya dengan perbuatan itu.
SOAL 191:
Apakah cukup dalam mandi janabah menjaga urutan antara kepala dan anggota tubuh yang lain, atau harus menjaga urutan pada dua sisi tubuh juga?
JAWAB:
Berdasarkan ahwath, harus menjaga urutan antara kedua sisi juga, yaitu dengan mendahulukan sisi kanan atas sisi kiri.
SOAL 192:
Ketika saya hendak mandi secara tartibi (berurutan), apakah terdapat masalah jika saya membasuh punggung lebih dulu, kemudian niat dan melakukan mandi secara berurutan setelah itu?
JAWAB:
Tidak ada larangan membasuh punggung atau anggota tubuh lainnya sebelum berniat mandi janabah dan memulainya. Sedangkan cara mandi tartibi ialah dengan meniatkan mandi setelah mensucikan seluruh anggota badan, kemudian membasuh kepala dan leher dahulu, kemudian berdasarkan ahwath separuh kanan badan dari pundak hingga bagian kaki paling bawah, kemudian separuh kiri dengan cara yang sama, dan demikian itulah cara mandi yang sah.
SOAL 193:
Apakah wajib atas wanita membasuh ujung-ujung rambut ketika mandi? Apakah batal jika air tidak sampai ke seluruh rambut saat mandi, padahal air telah sampai ke seluruh permukaan kulit kepala?
JAWAB:
Berdasarkan ahwath, wajib membasuh seluruh rambut.
MANDI YANG BATAL
SOAL 194:
Apa hukum seorang yang telah mencapai usia taklif (akil baligh) dan tidak mengetahui akan wajibnya mandi dan caranya, namun setelah lebih dari 10 tahun berlalu ia menyadari masalah taqlid dan kewajiban mandi atasnya. Apakah tugasnya berkenaan dengan qadha puasa dan shalat?
JAWAB:
Ia diwajibkan mengqadha seluruh shalat yang dilakukannya dalam keadaan junub, dan mengqadha puasa apabila mengetahui terjadinya janabah dan ia tidak mengetahui bahwa seorang yang dalam keadaan janabah wajib melakukan mandi jika akan berpuasa.
SOAL 195:
Seorang remaja melakukan onani -karena tidak punya kesadaran- sebelum mencapai usia 14 tahun dan sesudahnya, ia tidak mandi setelah mengeluarkan mani, apakah taklifnya? Apakah ia wajb mandi karena ia melakukan onani dan mengeluarkan mani pada saat itu? Dan apakah seluruh shalat dan puasa yang dikerjakan pada masa itu hingga sekarang batal dan ia wajib mengqadhanya, dengan catatan bahwa saat itu ia mengalami mimpi basah (ihtilam), dan mengabaikan mandi janabah, serta tidak tahu bahwa keluarnya mani menyebabkan janabah?
JAWAB:
Cukup satu kali mandi untuk semua janabah yang telah terjadi dan ia wajib mengqadha seluruh shalat yang ia yakini telah ia lakukan dalam kedaan junub. Sedangkan puasanya tidak wajib diqadha dan hukumnya sah jika pada malam-malam puasa tidak tahu bahwa ia mengalami janabah. Namun, apabila ia tahu bahwa maninya telah keluar dan ia menjadi junub dan ia tidak mengetahui bahwa ia wajib mandi demi keabsahan puasanya, maka ia wajib mengqadha seluruh puasa yang telah dilakukannya dalam keadaan junub.
SOAL 196:
Ada seseorang mengalami janabah lalu mandi, namun mandinya keliru dan batal. Apa hukum shalat yang telah dilakukannya setelah mandi yang demikian tersebut, padahal ia tidak mengetahui hal itu?
JAWAB:
Shalat yang dilakukan dengan mandi yang batal, hukumnya batal dan wajib diulangi atau diqadhanya.
SOAL 197:
Saya telah mandi dengan niat melaksanakan salah satu dari mandi-mandi wajib, setelah keluar dari kamar mandi, saya teringat bahwa saya tidak melakukannya secara berurutan, dan saat itu saya mengira bahwa niat untuk melakukannya secara berurutan adalah cukup, karena itulah saya tidak mengulangi mandi. Kini saya kebingungan, apakah saya wajib mengqadha seluruh shalat?
JAWAB:
Jika Anda menduga bahwa mandi yang telah Anda lakukan adalah sah, dan ketika melakukannya Anda sadar akan hal-hal yang menjadi syarat keabsahan, maka tidak ada yang harus Anda lakukan. Namun jika Anda yakin akan ketidak-absahan (kebatalan) mandi itu, maka Anda wajib mengqadha seluruh shalat.
SOAL 198:
Dulu saya melakukan mandi janabah dengan cara sebagai berikut: 1) Membasuh bagian kanan. 2) membasuh kepala. 3) Membasuh bagian kiri. Dan saya lalai untuk menanyakan hukum masalah tersebut. Pertanyaan saya ialah, apakah hukum shalat dan puasa saya?
JAWAB:
Mandi dengan cara tersebut batal dan tidak dapat menghilangkan hadats. Atas dasar itu, shalat-shalat yang telah dilakukan dengan mandi demikian batal dan wajib diqadha. Sedangkan puasa yang telah Anda lakukan, jika saat itu Anda yakin akan keabsahan mandi dengan cara tersebut serta tidak sengaja membiarkan diri dalam keadaan janabah, maka dihukumi sah.
SOAL 199:
Apakah bagi orang yang sedang junub haram hukumnya membaca surah-surah Al-Qur'an yang terdapat di dalamnya ayat yang wajib sujud (surah aza im, pent)?
JAWAB: Diantara hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub adalah membaca ayat-ayat yang wajib sujud padanya, adapun membaca ayat-ayat lain dari surah-surah tersebut (aza im, pent.) tidak ada masalah.
TAYAMMUM
SOAL 200:
Apakah benda-benda yang sah untuk bertayammum, seperti tanah, kapur (gamping), dan batu marmer yang melekat pada tembok sah untuk tayammum, ataukah ia harus berada di atas permukaan bumi?
JAWAB:
Tidak disyaratkan bagi keabsahan tayammum bahwa benda-benda itu berada di atas permukaan bumi.
SOAL 201:
Jika saya menjadi junub, namun tidak bisa mendapatkan kamar mandi, dan janabah berlanjut, selama beberapa hari, apakah saya wajib sebagaimana sebelumnya berwudhu atau bertayammum untuk setiap shalat setelah shalat yang saya lakukan dengan tayammum sebagai ganti mandi, ataukah saya cukup melakukannya sekali? Jika tidak cukup, apakah yang wajib saya lakukan, berwudhu ataukah bertayammum untuk setiap shalat?
JAWAB:
Jika orang yang junub setelah selesai melakukan tayammum secara sah sebagai ganti dari mandi janabah mengalami hadats kecil, maka berdasrkan ahwath (hendaknya) ia bertayammum sebagai ganti dari mandi kemudian berwudhu.
SOAL 202:
Apakah tayammum pengganti mandi memiliki hukum-hukum yang berlaku secara pasti dan tetap atas mandi? Artinya apakah diperbolehkan (dengan tayammum pengganti mandi) memasuki masjid?
JAWAB:
Boleh menerapkan seluruh pengaruh syariy mandi pada tayammum penggantinya, kecuali, apabila tayammum tersebut menjadi pengganti mandi dikarenakan waktu yang sempit.
SOAL 203:
Apakah orang yang beser karena pemutusan urat saraf tulang belakang sebagai akibat luka dalam perang boleh melakukan tayammum sebagai ganti mandi untuk melakukan amalan-amalan mustahab seperti, seperti mandi hari Jumat, ziarah dan lainnya dengan alasan agak kesulitan masuk ke kamar mandi?
JAWAB:
Keberadaan tayammum sebagai ganti mandi pada selain hal-hal yang mensyaratkan thaharah dipertanyakan (mahallu isykal). Namun tidak ada larangan melakukan tayammum sebagai ganti dari mandi-mandi mustahab karena alasan kesulitan dan kerepotan, apabila hal itu dilakukan dengan niat raja al-mathlubiyah (harapan bahwa hal itu benar-benar diajarkan dan dapat mendatangkan pahala).
SOAL 204:
Apabila orang yang kehabisan air atau menggunakan air dapat membahayakannya bertayammum sebagai pengganti dari mandi janabah, apakah ia diperbolehkan masuk ke dalam masjid dan shalat berjamaah? Dan apa hukumnya bila ia membaca Al-Quran?
JAWAB:
Selama uzur yang memperbolehkan tayammum belum lenyap dan tayammumnya tidak batal, ia diperbolehkan melakukan seluruh amalan yang mensyaratkan kesucian (thaharah).
SOAL 205:
Seseorang saat tidur mengeluarkan cairan. Setelah bangun ia tidak ingat sama sekali, namun ia melihat pakaiannya basah, sementara tidak ada waktu yang cukup untuk mengingat-ingatnya karena waktu shalat subuh akan segera berakhir. Apa yang mesti dilakukan dalam situasi demikian? Bagaimana berniat tayammum sebagai ganti wudhu atau mandi? apa hukum yang sebenarnya (al hukmul-ashli)?
JAWAB:
Jika ia tahu bahwa mengalami ihtilam (mimpi basah) maka ia menjadi junub dan wajib mandi. Jika waktunya sempit, maka segera bertayammum setelah mensucikan badannya dan melakukan mandinya kemudian. Namun jika ia ragu tentang (terjadinya) ihtilam dan janabah, maka hukum janabah tidak berlaku atas dirinya.
SOAL 206:
Apa taklif seseorang yang mengalami janabah beberapa malam secara berturut-turut, padahal dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa masuk ke kamar mandi terus menerus selama beberapa hari melemahkan manusia?
JAWAB:
Ia wajib mandi kecuali jika penggunaan air membahayakannya, maka tugasnya adalah bertayammum.
SOAL 207:
Saya dalam kondisi yang tidak sehat sehingga sering mengeluarkan mani tanpa kehendak berkali-kali yang tidak disertai dengan kenikmatan. Apa tugas saya berkenaan dengan shalat?
JAWAB:
Jika melakukan mandi untuk setiap shalat membahayakan atau menyulitkan Anda, lakukanlah shalat dengan tayammum setelah mensucikan badan lebih dahulu.
SOAL 208:
Apa hukum orang yang tidak mandi janabah untuk shalat subuhnya dan bertayammum, karena yakin jika mandi ia akan mengalami sakit?
JAWAB:
Jika mandi diyakini akan membahayakan, maka ia diperbolehkan bertayammum dan shalatnya sah.
SOAL 209:
Bagaimana cara bertayammum? Apakah ada perbedaan tayammum sebagai ganti dari wudhu' dengan tayammum sebagai ganti dari mandi?
JAWAB:
Tayamummum dengan cara berikut:
Pertama niat, kemudian memukulkan dua telapak tangan ke atas sesuatu yang boleh bertayammum dengannya. Setelah itu dua telapak tangan diusapkan ke dahi dimulai dari tumbuhnya rambut sampai dengan alis dan ujung hidung bagian atas, kemudian telapak tangan kiri diusapkan ke bagian atas tangan kanan (dari pergelangan tangan sampai ujung jari) dan telapak tangan kanan diusapkan ke bagian atas tangan kiri.
Berdasarkan ihtiyath setelah itu wajib dua tangan dipukulkan lagi ke yang boleh bertayammum dengannya, kemudian mengulangi usapan tangan kanan dan kiri.
Cara bertayammum seperti ini tidak ada bedanya apakah sebagai ganti dari wudhu' atau mandi.
SOAL 210:
Apakah boleh bertayammum dengan batu kapur, gamping yang sudah dibakar dan batu bata?
JAWAB:
Tayammum sah dengan apa saja yang dianggap bagian dari tanah, seperti batu kapur dan batu gamping. Sebagaimana tidak jauh kemungkinannya keabsahan bertayammum dengan kapur, gamping yang sudah dibakar, batu bata dan sejenisnya.
SOAL 211:
Menurut Anda YM sesuatu yang dijadikan alat untuk tayammum harus suci, apakah anggota tayammum (dahi dan tangan) juga harus suci?
JAWAB:
Berdasarkan ihtiyath selama memungkinkan tangan dan dahi dianjurkan suci, namun jika seseorang tidak dapat untuk mensucikannya, maka hendaklah ia (tetap) bertayammum tanpa mensucikannya.
SOAL 212:
Jika seseorang tidak dapat melakukan wudhu' dan tayammum apa yang harus dia lakukan?
JAWAB:
Jika seseorang untuk melaksanakan sholat tidak dapat berwudhu' dan bertayammum, maka berdasarkan ihtiyath hendaknya dia melakukan sholat tanpa wudhu' dan tayammum pada waktunya, kemudian nanti dia mengulangnya (qadho') dengan wudhu' atau tayammum.
SOAL 213:
Saya menderita penyakit kulit -yang tidak berbahaya-, yaitu setiap kali mandi bahkan ketika membasuh tangan dan wajah, kulit saya mengering. Karenanya saya terpaksa mengusap kulit saya dengan minyak. Karena itulah saya mengalami kesulitan ketika berwudhu dan yang paling memberatkan saya adalah ketika berwudhu untuk shalat subuh. Bolehkah saya bertayammum sebagai ganti wudhu di pagi hari?
JAWAB:
Jika penggunaan air membahayakan Anda, hindarilah wudhu dan bertayammumlah sebagai gantinya. Namun jika air tidak membahayakan anda dan minyak yang anda sebutkan tidak menjadi penghalang anggota wudhu', maka anda wajib melakukan wudhu' dan jika menghalangi, namun anda dapat menghilangkannya membersihkannya kemudian berwudhu', maka anda tidak boleh bertayammum sebagai ganti dari wudhu'
SOAL 214:
Apa hukum orang yang shalat dengan tayammum karena (mengira) waktu shalat sangat sempit, dan setelah usai terbukti ia punya cukup waktu untuk wudhu?
JAWAB:
Ia wajib mengulangi shalatnya.
SOAL 215:
Kami hidup di sebuah area dimana tidak terdapat kamar mandi dan tempat untuk mandi. Pada bulan Ramadhan yang diberkati kami terjaga dari tidur sebelum adzan subuh dalam keadaan junub. Karena bangun di tengah malam di depan mata banyak orang dan mandi dengan air girbah atau air tandon bagi seorang pemuda merupakan peristiwa tabu, ditambah lagi airnya dingin, maka apa taklifnya berkenanaan dengan puasa keesokan harinya dalam keadaan demikian? Apakah ia boleh bertayammum? Apa hukumnya jika tidak berpuasa karena tidak melakukan mandi?
JAWAB:
Sekedar memberatkan atau hanya karena dinilai tabu oleh orang-orang tidak dianggap sebagai uzur (halangan) syariy, bahkan . Ia wajib mandi dengan cara apapun yang mungkin, selama tidak menyulitkan dan tidak membahayakan mukallaf. Jika menyulitkan atau membahayakan, ia berpindah ke tayammum. Jika bertayammum sebelum fajar sahlah puasanya, namun jika tidak melakukannya juga batallah puasanya, meski demikian ia (tetap) wajib berimsak (tidak melakukan segala sesuatu yang membatalkan puasanya, pent.) sepanjang siang hari puasa.
MASALAH-MASALAH KEWANITAAN
SOAL 216:
Jika ibu saya berasal dari keturunan Nabi yang mulia, apakah saya juga sayyid, sehingga saya menganggap kebiassan bulanan saya sebagai haid sampai usia 60 tahun dan tidak melakukan shalat dan puasa selama masa tersebut?
JAWAB:
Jika wanita yang bapaknya bukan dari keturunan Bani Hasyim -meskipun ibunya tergolong dari sadah (para sayyid)- melihat darah setelah di atas usia 50 tahun maka darah tersebut dihukumi sebagai darah istihadhah.
SOAL 217:
Apa taklif wanita yang mengalami haid ketika sedang menjalani puasa nazar yang tertentu?
JAWAB:
Puasanya batal dengan terjadinya haid meskipun pada sebagian siang hari puasa dan wajib atasnya qadha puasa jika sudah suci.
SOAL 218:
Apa hukum cairan (noda) yang tidak memiliki sifat darah atau darah yang bercampur dengan air yang terlihat seorang wanita setelah ia yakin bahwa dirinya telah suci?
JAWAB:
Jika tidak berupa darah, maka tidak dihukumi sebagai haid. Namun jika berupa darah walaupun berwarna kuning dan tidak lebih dari 10 hari maka semuanya dihukumi haid. Dan penentuan subyeknya berada di tangan wanita yang bersangkutan.
SOAL 219:
Apa hukum mencegah datang bulan dengan mengkonsumsi obat-obatan karena ingin puasa?
JAWAB:
Tidak ada masalah (la isykal).
SOAL 220:
Seorang wanita yang mengalami pendarahan ringan ketika sedang hamil, namun tidak sampai keguguran, apakah ia diwajibkan mandi ataukah tidak, dan apa yang wajib dilakukannya?
JAWAB:
Jika darah yang dilihat oleh wanita saat mengandung memiliki sifat-sifat atau syarat-syarat (darah) haid, atau terjadinya pada haari-hari kebiasaannya serta berlangsung -walaupun di dalam vagina- selama tiga hari, maka itu adalah haid. Jika tidak, maka ia adalah istihadhah.
SOAL 221:
Seorang wanita yang dulu memiliki priode datang bulan yang teratur, seperti tujuh hari, melihat darah selama dua belas hari disebabkan pemasangan spiral untuk mencegah kehamilan. Apakah darah yang keluar setelah hari yang ke tujuh tersebut haid ataukah istihadhah?
JAWAB:
Jika darah tidak berhenti setelah sepuluh hari maka priode datang bulan yang teratur adalah haid sedangkan sisanya adalah istihadhah
SOAL 222
Apakah boleh bagi wanita yang sedang haid atau nifas memasuki makam putra-putri Imam as?
JAWAB:
Boleh.
SOAL 223:
Apakah wanita yang terpaksa menjalani operasi pengguguran mengalami nifas ataukah tidak?
JAWAB:
Jika ia melihat darah setelah janinnya gugur, meskipun berupa segumpal darah, maka dihukumi sebagai nifas.
SOAL 224:
Apa hukum darah yang keluar dari wanita setelah mencapai usia menopouse? Dan apa tugas syariy-nya?
JAWAB:
Dihukumi sebagai istihadhah.
SOAL 225:
Salah satu metode untuk mencegah kelahiran yang tidak diinginkan adalah menggunakan pil kontrasepsi. Parawanita yang menggunakannya melihat noda darah selama dan diluar priode datang bulannya. Apa hukum noda darah tersebut?
JAWAB:
Jika noda tersebut tidak memenuhi syarat-syarat syariy bagi (darah) haid maka hukum haid tidak berlaku atasnya, melainkan dihukumi sebagai istihadhah.
Mudah2n ada manfaatnya bagi2 saudara dan sahabat sekalian.
Sekian semoga membantu.
Baca juga