Makna Tawakal
Firman Allah : ” Wa tawakkal ‘Alallahi wakafaa billahi wakilla ” (Dan bertawakallah kepada Allah dan cukup Allah sebagai pemelihara segala urusan) A.Q.S. 3:3.
Sabda Rasulullah : ” Ikatlah untamu dan bertawakallah ” ( R. Ibnu Hibban ).
BERTAWAKALLAH PERINTAH ALLAH
Ber-tawakal kepada Allah ( tawakkal ‘Alallah ), merupakan perintah yang banyak terdapat dalam Al-Qur’an, di samping perintah-perintah lainnya seperti bertaqwa, bersabar, beristiqomah, ikhlas dan beribadah, ridho dalam menerima ketetapan Tuhan, berlaku adil, berjihad pada jalan-Nya, berkurban dan lain-lain.
Di antara perintah-perintah yang terpokok dan terutama sekali adalah perintah untuk ber-IBADAH kepada-Nya. Oleh karena itulah maka TUGAS POKOK manusia di dunia ini tidak lain beribadah kepada-Nya sebagai mana ditegaskan oleh-Nya : ” Wamaa kholaktul jinna wal insa illa liya’buduuni ” ( Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan semata-mata supaya mereka menyembah-Ku/beribadah kepada-Ku ) A.Q.S. 51:56.
ARTI DAN MAKNA TAWAKAL
Tawakal artinya BERSERAH DIRI DAN BERPEGANG TEGUH KEPADA ALLAH. Di sini terdapat dua unsur pokok yaitu, pertama berserah diri dan kedua berpegang teguh. Kedua-duanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tidak dapat dikatakan tawakal kalau belum berserah diri secara ikhlas. Tidak dapat pula dikatakan tawakal kalau belum berpegang kepada-Nya, belum kokoh atau belum bulat pada tingkat haqqul yakin kepada kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, kasih sayang-Nya untuk mengatur segala sesuatu dengan sesempurna-sempurnanya.
"Maka jalanlah kamu ke berbagai penjurunya dan makanlah sebagian dari rejeki Allah"
(QS. AI- Mulk: 15)
Menjaring dan menjemput ’kran rejeki' yang telah ditetapkan Allah SWT, merupakan kewajiban seorang muslim. Dalam menjemput rejeki, secara teknis kita akan berhadapan dengan zona rejeki yang baik dan rejeki yang tidak baik, yang halal dan rejeki yang tidak halal. Hal tersebut sebagaimana Alloh kemukakan dalam al-Quran surat al-Baqoroh ayat 57 yang artinya, "Makanlah makanan yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu."
Ayat di atas, secara tersirat menjelaskan, sesungguhnya rejeki yang disebar terdiri atas rejeki yang baik dan rejeki yang tidak baik, dan kita diperintahkan untuk menjemput rejeki yang baik dan dengan cara yang baik pula.
Tergelincirnya seseorang menikmati rejeki yang tidak baik disebabkan karena faktor ketakutan, kegelisahan, dan tidak yakin terhadap jatah yang telah ditetapkan Alloh. Mereka takut miskin, padahal perasaan itu hanyalah bisikan setan sebagaimana firman Alloh, "Setan itu menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh melakukan perbuatan yang keji." (QS. Al-Baqarah: 268). Sesungguhnya Alloh dalam al-Quran telah bersumpah akan menjamin rejeki makhluknya, "Dan di langit terdapat rejekimu dan apa-apa yang dijanjikan kepadamu. Demi Tuhannya langit dan bumi, sesungguhnya apa yang dijanjikan itu adalah benar, seumpama perkataanmu." (QS. adz-Dzariyat: 22-23)
B. Tawakal dalam Menjemput Rejeki
Kunci utama dalam menjemput rejeki yang halal adalah ikhtiar dan tawakal. Sikap tawakal tidak identik dengan pasrah, apa adanya, kumaha engke, atau malas. Tawakal menurut bahasa berasal dari kata 'wakala' artinya menyerahkan ”sesuatu.” Itulah sebabnya, Yusuf Qordhowi mengemukakan, tawakal merupakan cabang iman kepada Alloh SWT., yang menyerukan kepada penyerahan diri kepada Alloh SWT., semata tanpa mengabaikan sebab.
Seiring dengan ungkapan itu, Abu Turab an-Nakhsyaby menjelaskan, tawakal adalah gerakan untuk ubudiyah, menggantungkan hati kepada penanganan Alloh, ketenangan kepada qodho dan qodar Alloh SWT., kedamaian menerima kecukupan dari Alloh, bersyukur jika diberi dan bersabar jika ditahan.
Tawakal adalah pancaran dari sikap optimis yang dibuktikan dengan kekuatan do’a dan kekuatan ikhtiar secara optimal. Dengan kata lain, tawakal adalah usaha yang dilakukan sepenuh hati dan dibuktikan dengan kesungguhan secara fisik.
Sikap tawakal seorang muslim bukan pada hasil tetapi pada proses. Ketika seekor kuda diikat atau ditambatkan pada sebatang pohon agar tidak lepas adalah sebuah proses tawakal. Toh, nanti ternyata setelah kuda diikat dengan kuat tetapi tetap bisa kabur itu adalah semata-mata kehendak Alloh SWT. Demikian makna tawakal yang diajarkan panutan kita, Rosululloh Saw.
Konsep tawakal yang diajarkan Rosululloh memiliki keutamaan yang sangat erat dengan pola hidup seorang muslim di antaranya, pertama sikap tawakal sangat disukai Alloh. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam al-Quran surat al-Imron ayat 159, "Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka tawakallah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya."
Kedua, dengan sikap tawakal Alloh akan mencukupkan keperluan kita. Hal itu sesuai dengan janji Alloh SWT dalam surat At-Tolaq ayat 3. Ketiga, sikap tawakal merupakan bukti iman yang benar. Firman Alloh, "Dan hanya kepada Alloh hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman." (QS. al-Maidah: 23). Keempat, dengan tawakal Alloh akan memudahkan urusan rejeki kita dengan mudah. Rosululloh bersabda, "Sekiranya kalian bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberi kalian rejeki, sebagaimana Dia memberi rejeki kepada burung yang pergi dalam keadaan kosong perutnya dan kembali lagi dalam keadaan kenyang."(HR. Tirmidzi).
Beranjak dari keutamaan tawakal, maka dapat dipastikan dalam setiap gerak langkah saat menjemput rejeki akan selalu lahir rasa optimis yang tinggi. Kondisi ini sejalan dengan hakikat kehadiran rejeki, yakni dari mana memperoleh rejeki dan bagaimana membelanjakan rejeki tersebut. Soal banyak sedikit rejeki yang diperoleh bukan masalah. Toh, posisi kita dalam kaitan rejeki hanya sebagai pemegang amanah bukan pemilik.
Sekian semoga membantu.
Baca juga