SIAPA tidak ingin hidup bahagia dalam
berumahtangga? Rasanya tak satu pun manusia menghendaki yang sebaliknya.
Semua ingin bahagia, semua ingin keluarga sakinah, keluarga yang penuh
berkah.
Tetapi, bagaimana mewujudkan keberkahan dalam rumah tangga, ini yang
setiap pasangan mesti benar-benar meneguhkan tekad untuk mewujudkannya.
Dan, sebagaimana sifat agama Islam yang sempurna dan bisa diamalkan,
mewujudkan rumah tangga yang berkah juga tidak sulit. Berikut beberapa
kunci-kuncinya.
Pertama, memastikan setiap nikmat kian mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Ibn Hazm memberikan patokan. “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah hanyalah musibah.”
Hal ini banyak contohnya. Seperti televisi misalnya, ketika pasangan
sepakat membeli televisi, pertanyannya sederhana saja, apakah televisi
itu dibeli untuk edukasi atau sekedar hiburan.
Jika belum dikaruniai anak, mungkin tidak terlalu repot. Tetapi, kala
ada anak, apakah sudah siap menjadikan anak teredukasi dengan adanya
televisi di rumah.
Jika ternyata televisi membuat anak kehilangan gairah belajar, bahkan
mungkin diri sendiri lalai dari sisi waktu dan menurun produktivitas
dari segala sisi, jelas memiliki televisi bukan hal yang penting untuk
dipertahankan.
Termasuk memiliki benda-benda lainnya, seperti gadget, motor hingga
mobil. Kadangkala ada rumah tangga yang hari-hari seperti stress karena
sibuk memikirkan cicilan yang harus dilunasi. Akibatnya, nikmat yang
semestinya membawa kesyukuran justru mengakibatkan keriuhan rumah tangga
yang tidak perlu.
Kedua, memastikan apakah rumah senantiasa diramaikan dengan bacaan Al-Qur’an.
Dalam konteks ini ada dua hal mendasar.
Pertama memang membaca Al-Qur’an.
Kedua, menjadikan yang belum bisa membaca Al-Qur’an bisa dan senang membaca Al-Qur’an.
Tentu saja seorang suami wajib memastikan seluruh anggota keluarganya
bisa baca Al-Qur’an dan mendorong agar gemar membacanya. Sebab, membaca
Al-Qur’an di rumah tidak saja mendatangkan pahala dan ketentraman hati,
tetapi sekaligus memastikan rumah aman dari gangguan setan.
Dari Abu Hurairah radhiAllahu’anhu bahwa Rasulullah shalallahu’alaihiwasalam bersabda, “Janganlah
kalian menjadikan rumah-rumah kalian pekuburan, sesungguhnya setan lari
dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim).
Ketiga, memastikan dzikir di dalam rumah senantiasa diamalkan.
Mungkin telah jamak dialami umat Islam yang kala di rumah tiba-tiba
hati menjadi gelisah, dada terasa sempit karena muncul hal tiba-tiba dan
tidak sesuai harapan.
Dalam situasi apapun, hendaknya pasangan suami istri senantiasa dzikir kepada Allah, sehingga lahir ketentraman hati.
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Rad’u [13]: 28).
Kemudian, lebih lanjut Rasulullah menjelaskan bahwa dzikir menjadikan rumah kita hidup dan bersinar.
“Perumpamaan rumah yang dijadikan sebagai tempat mengingat Allah
dan rumah yang tidak dijadikan sebagai tempat mengingat Allah adalah
bagaikan perbedaan antara orang yang hidup dan mati.” (HR. Muslim).
Keempat, jadikan rumah sebagai basis konsolidasi pencegahan diri dan keluarga dari api neraka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6).
Artinya, jangan sampai rumah menjadi sarana diskusi dan komunikasi
suami-istri dan anak dalam hal yang mengundang murka Allah Ta’ala.
Kelima, terus-menerus memacu diri hidup dengan tuntunan syariah.
Jika suami pebisnis, pedagang, maka hendaknya mengerti hukum halal
haram. Sebab, pedagang yang jujur tempatnya surga, dan pedagang yang
curang, tempatnya neraka. Dengan demikian, harta yang masuk ke dalam
rumah adalah harta yang secara syariah bisa dipasitkan kehalalalannya.
Bukan yang meragukan.
Jika suami atau istri seorang penegak hukum, pastikan tidak mengambil
harta dan benda berupa apapun melalui jalan yang tidak sesuai
ketentuan. Hal ini mungkin bisa menambah aset secara material dan
finansial, tetapi itu mengikis kebahagiaan hidup rumah tangga, termasuk
keberkahan hidup seluruh keluarga.
Oleh karena itu, setiap keluarga harus mendekatkan diri kepada Allah
sesuai profesi yang ditekuninya dengan mengacu pada aturan-aturan
syariah yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Sebab, tanpa keseuaian
dengan syariah, sebanyak apapun harta, ujungnya tetap membahayakan
kehidupan dunia-akhirat kita sendiri.
Di sinilah kita memahami hikmah mengapa di dalam Islam, belajar agama itu (yufaqqihu fiddin) tak pernah kenal batas usia. Status perintahnya wajib hingga ajal menjemput.
Sebab, orang yang cerdas dalam pandangan Islam hanyalah orang yang
hidup dengan menahan hawa nafsu dan mempersiapkan hidup setelah mati.
Tentu masih ada langkah lainnya, seperti menjalin silaturrahim, tak
pernah lalai untuk bersedekah, membantu sesama dan aktif dalam beragam
program amar ma’ruf nahi munkar. Jika ini semua bisa diupayakan
dalam keseharian rumah tangga kita, insya Allah keberkahan hidup akan
sangat terasa, dimana kian hari rasa hati kian tentram tunduk dan taat
kepada ketentuan Ilahi. Wallahu a’lam.*