Dunia memasuki “
zona bahaya baru“ dengan tingkat pemanasan global yang
mencapai titik yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia di
bumi. Sementara, perjanjian dunia mengenai perubahan iklim berjalan
lambat.
Saat melampaui ambang batas karbon dioksida yakni 400 ppm pekan lalu,
dunia telah “melewati sebuah batas bersejarah dan memasuki zona bahaya
baru,” kata Christiana Figueres, Kepala Sekretariat Perubahan Iklim
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tingkat itu diukur dengan sistem pemantau Amerika, yang belum ada di
bumi tiga atau lima juta tahun -- saat temperatur bumi beberapa derajat
lebih hangat dan permukaan air laut masih 20 hingga 40 meter lebih
tinggi dibanding hari ini, kata para pengamat.
Bahaya Baru
Sebelum revolusi industri, saat manusia pertama kali memompakan karbon
ke atmosfer dengan membakar bahan bakar fosil, tingkat CO2 masih sekitar
280 ppm -- terus meningkat sejak pencatatan dimulai pada tahun 1950-an.400 ppm adalah batas simbolik yang memang diperkirakan akan terlampaui,
namun para aktivis lingkungan mengatakan bahwa itu adalah sebuah
peringatan dalam upaya untuk mengekang emisi rumah kaca melalui
penggunaan bahan bakar fosil.
“Dunia harus tersadar dan mencatat apa artinya ini bagi keselamatan dan
kesejahteraan manusia serta perkembangan ekonomi,” kata Figueres, yang
mengwasi perundingan global yang bertujuan membatasi pemanasan yang
disebabkan oleh perubahan iklim.“Dalam menghadapi bahaya yang jelas dan hadir di depan mata, kita
membutuhkan respon kebijakan yang benar-benar bisa menghadapi tantangan
itu.”Para perunding di bawah naungan PBB berharap tahun 2015 akan bisa
mengembangkan sebuah perjanjian iklim global baru yang akan mulai
berlaku pada tahun 2020.
Cari solusi jangka pendek
Badan dunia itu secara simultan berisaha menemukan solusi jangka pandek
sebelum tahun 2020 untuk memperkecil kesenjangan yang tumbuh antara
target emisi karbon yang disepakati dan pemanasan yang sebetulnya
dibutuhkan untuk mencegah pemanasan global.PBB menargetkan, peningkatan suhu maksimal 2 derajat celcius di atas tingkat pra industri yang bagi para ilmuwan dipercaya sebagai tingkat perubahan iklim yang masih bisa ditangani.Panel Antar Negara Tentang Perubahan Iklim IPCC, yang memberi masukan
kepada para pengambil kebijakan, telah mengatakan bahwa jumlah CO2 di
atmosfer harus dibatasi hingga 400 ppm agar temperatur bumi hanya naik 2
sampai 2,4 derajat celcius.Namun, Jumat pekan lalu, pusat pemantauan National Oceanic and Atmospheric Administration
di Mauna Loa, Hawaii, mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa
rata-rata jumlah CO2 di atas Samudera Pasifik berada pada tingkat 400,33
ppm.Sebuah pusat pemantauan di Scripps Institution of Oceanography di San Diego, California, mencatat jumlah CO2 adalah 400,08 ppm.“Kita masih punya kesempatan untuk mencegah dampak terburuk perubahan
iklim, tapi ini akan membutuhkan langkah respon yang sangat besar,” kata
Figueres.
Perundingan yang lambat
Negosiasi iklim dunia sejauh ini hanya membuat kemajuan yang sangat
sedikit dan kenaikan emisi tahunan telah membuat para ilmuwan
menyimpulkan bahwa pemanasan 3 atau 4 derajat celcius kemungkinan akan terjadi pada akhir abad ini.Putaran selanjutnya mengenai pembicaraan tingkat tinggi akan mengambil
tempat di Warsawa, Polandia pada Desember mendatang, dengan diawali
dengan pertemuan awal yang dijadwalkan bakal berlangsung di Bonn, Jerman
pada Juni mendatang.Tahun lalu, pertemuan di Doha, Qatar, yang dihadiri 27 negara Uni Eropa,
Australia, Swiss dan delapan negara industri maju lainnya telah
menandatangani sebuah kesepakatan pengurangan emisi gas rumah kaca yang
bersifat mengikat hingga 2020 di bawah perpanjangan Protokol Kyoto.Seluruh negara yang ikut dalam kesepakatan itu hanya mewakili 15 persen
dari total emisi global. Amerika Serikat, Cina dan India, yang dikenal
sebagai penghasil CO2 enggan diikat oleh perjanjian bersama mengenai
pengurangan emisi gas rumah kaca, sehingga tidak memiliki target
pengurangan yang bersifat mengikat.
Artikel selanjutnya